Khamis, 5 April 2012

01 di parit yani - Google Blog Search

01 di parit yani - Google Blog Search


The Journey: Jurnalisme Warga

Posted: 05 Apr 2012 01:58 AM PDT


Kita tentu sering menyaksikan sebuah berita yang dilaporkan bukan oleh wartawan, tetapi oleh warga biasa. Yang terbaru misalnya berita robohnya Jembatan Tenggarong di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Video yang untuk pertama kali disiarkan oleh TVOne misalnya merupakan hasil rekaman warga yang kebetulan berada di lokasi tersebut. Peristiwa runtuhnya Jembatan Tenggarong berlangsung dengan sangat singkat, sekitar 30 detik saja. Dengan peristiwa secepat itu, kecil kemungkinan ada wartawan yang berada di lokasi persis saat peristiwa itu terjadi.
Peristiwa lain misalnya bencana tsunami di Aceh, tsunami di Jepang, banjir bandang di Wasior, Papua, serta sejumlah bencana lainnya. Rekaman gambar atau foto saat terjadinya bencana itu justru diambil oleh warga yang sekaligus korban dari bencana itu. Mereka adalah orang-orang yang berada di lokasi kejadian dan kemudian berinisiatif untuk mengambil video atau foto dengan alat-alat yang mereka milik, terutama dengan menggunakan handphone.

Banyak peristiwa yang saat kejadian itu berlangsung tidak sempat dijangkau oleh wartawan, misalnya karena lokasi yang jauh dan medan yang berat. Orang yang berada langsung di tempat kejadian dan menyaksikan peristiwa tentu saja adalah warga lokal atau barangkali korban yang selamat. Kebetulan mereka mempunyai alat-alat untuk merekam gambar atau memotret. Bisa dipastikan, hasil rekaman gambar atau foto warga itulah yang akan dipakai pertama kali oleh media, terutama televisi dan media online. Media cetak juga ada yang mencetak foto tersebut keesokan harinya.
Saat ini media mainstrema juga memiliki kolom, rubrik, atau program citizen jurnalism yang menandakan bahwa jurnalisme warga ini sudah dianggap penting keberadaannya.
Dalam beberapa kejadian, misalnya gempa dan tsunami di Pulau Mentawai, karena medan dan lokasi yang sulit dicapai, wartawan baru bisa masuk ke lokasi beberapa hari setelah peristiwa itu terjadi. Padahal kondisi korban saat itu sudah sangat memprihatikan. Sejumlah warga berinisiatif membuat laporan dengan merekam kondisi korban pasca tsunami. Beberapa televisi nasional memuat laporan tersebut.
Inilah yang disebut sebagai citizen jurnalism atau jurnalisme warga. Sejumlah laporan yang dilaporkan oleh warga yang ada di sekeliling mereka. Kalau di kota misalnya kemacetan jalan, padamnya traffic light, kecelakaan jalan raya dll.
Kalau di daerah misalnya terjadinya bencana banjir, tanah longsor, gagal panen, serangan hama tanaman dll. Manfaatnya, pertama bagi media. Mereka akan sangat terbantu dengan laporan utama ini. Kedua, bagi warga sendiri, dengan laporan itu, peristiwa itu akan diketahui dengan lebih cepat oleh masyarakat luas sehingga bisa segera dilakukan tindakan yang diperlukan.
Asalkan: kejadian itu tidak menguntungkan salah  satu pihak, misalnya bukan fitnah, bukan berita bohong dan mengada-ngada, mendiskreditkan salah satu pihak. Maka laporan yang disampaikan haruslah sebuah fakta dan benar-benar terjadi. Karena itu citizen jurnalism juga tak boleh melaporkan opini pribadi si penulis.
Citizen Jurnalism juga bisa menumbuhkembangkan kritisme warga. Dalam banyak kasus dimana media umum tidak berani memberitakannya,  jurnalis warga bisa mengambil peran ini. Medianya bisa macam-macam, mulai dari blog pribadi hingga sosial media seperti facebook atau twitter.
Jurnalisme sendiri secara sederhana diartikan sebagai sebuah mekanisme dalam mencatat dan melaporkan peristiwa. Jadi jurnalisme warga adalah pelaporan peristiwa yang dilakukan oleh warga. Yang dimaksud warga biasa di sini yakni mereka yang memang bukan berprofesi sebagai wartawan. Mereka bisa berprofesi apa saja. Bisa guru, karyawan swasta, petani, aktivis LSM, dan lain sebagainya. Inilah yang membedakan jurnalisme konvensional dengan jurnalisme warga. Namun jurnalis warga juga sama-sama menghasilkan karya jurnalistik. Dan juga memiliki kewajiban yang sama, yakni melakukan verifikasi di lapangan.  Karena itu jurnalis warga tidak bisa membuat berita seenaknya.
Dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, jurnalisme warga memang sudah jauh berkembang. Hampir semua warga kini memiliki handphone yang didalamnya memiliki berbagai aplikasi, seperti kamera atau perekam video. Kualitasnya juga cenderung meningkat. Karena itu semua orang kini bisa dengan mudah merekam sebuah peristiwa dan kemudian melaporkannya.
Namun tentu saja tidak semua laporan warga bisa diterima dan dimuat di sebuah media. Karena ini melaporkan peristiwa yang nantinya terkait dengan hak publik untuk mendapatkan informasi dengan benar, maka jurnalis warga juga perlu memperhatikan hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan atau biasa disebut kode etik. Misalnya tidak boleh melakukan kebohongan, memuat laporan yang menjurus pada fitnah, atau laporan yang tidak berdasar.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

ads